Bagi orangtuanya, Jennifer Pan adalah "anak emas". Foto-fotonya yang mengenakan jubah wisuda dari sebuah SMA Katolik, kemudian lulus dari University of Toronto, Kanada yang terkemuka, dengan predikat sarjana farmasi, membuat Bich Ha dan Huei Hann Pan bangga bukan kepalang.
Tak mudah bagi pasangan itu untuk menyekolahkan 2 anak. Keduanya adalah bekas pengungsi asal Vietnam. Di tanah rantau, mereka harus bekerja keras sebagai buruh, demi masa depan buah hatinya.
Mereka sangat menghargai pendidikan. Mereka juga orangtua yang disiplin, cenderung keras, bagi Jennifer dan adiknya, Felix.
Namun, Jennifer adalah anak istimewa. Sumber harapan mereka.
Saat masih kecil, anak sulung itu sudah jadi kebanggaan. Gadis itu mengikuti les piano dan skating, serta bisa menguasai keduanya. Ia bahkan berharap bisa tampil di olimpiade, namun cedera ligamen mengakhiri mimpinya.
Jennifer juga berlatih bela diri dan perenang yang baik. Dan di luar kegiatan ekstrakulikuler, ia adalah pelajar teladan yang tekun belajar hingga larut malam. Pesta dan pacaran menjadi hal terlarang di rumahnya. Pendidikan adalah segalanya.
Namun, di balik semua hal mengesankan itu, tersembunyi kebohongan, kebencian, dan dendam yang kemudian menjurus pada tindakan mengerikan yang menghancurkan keluarga dan diri Jennifer: p3m6unuh4n sadis.
Segala harapan orangtuanya ternyata membuat Jennifer merasa tertekan. Demikian seperti diungkap Washington Post.
Saat di kelas 8, Jennifer mulai lelah. Ia tak lagi antusias belajar. Nilainya pun mulai anjlok, perlahan kepercayaan dirinya kian pupus.
Untuk menutupinya, Jennifer mulai berbohong hingga kebohongan menjadi kebiasaannya. Dan gadis itu pun menjalani kehidupan ganda yang penuh kepalsuan dan penipuan.
Dalam sebuah artikel di Toronto Life, Karen K Ho -- yang kenal dengan keluarga Jennifer dan pernah satu sekolah dengannya -- memberikan petunjuk tentang masa lalu gadis teladan yang kemudian berubah jadi otak p3m6unuh4n orangtuanya sendiri.
Orangtua Jennifer mengira, putrinya adalah murid teladan, pelajar kelas "A". Namun, nyatanya ia hanyalah kelas "B".
Mendapatkan nilai B masih lumayan bagi siswa lain. Namun, di keluarga Jennifer merupakan itu aib.
Untuk menutupinya, Jennifer memalsukan raportnya, menutupi ketidakmampuannya. Meski demikian, nilainya masih lumayan, ia pun diterima di Ryerson University di Toronto. Namun, tak jadi mendapatkannya, gara-gara gagal dalam mata pelajaran kalkulus di akhir masa studinya.
Tak ingin mengecewakan orangtuanya, perempuan berkacamata itu berpura-pura kuliah. Ia mengaku akan belajar sains selama 2 tahun di Ryerson University, sebelum melanjutkan kuliah di jurusan farmasi di University of Toronto yang terkemuka.
Jennifer mengumpulkan buku-buku bekas, berbohong bahwa ia mendapatkan beasiswa sehingga orangtuanya tak curiga mengapa mereka tak pernah dimintai uang untuk membayar kuliah.
Tiap pagi Jennifer pamit kuliah pada orangtuanya. Namun, bukannya menuju kampus, ia pergi ke sebuah perpustakaan.
Tiba saat wisuda, gadis berambut hitam itu kembali ngibul dengan mengatakan, undangan yang dibagikan pada pihak orangtua terbatas.
SUMBER global.liputan6.com