Presiden Joko Widodo ( Jokowi) diduga menggaji orang-orang yang menjadi lawan politiknya sebesar Rp 88 miliar per bulan. Jumlah ini setidaknya hitungan kasar jika melihat masih bertahannya orang-orang lama yang 'ditanam' penguasa sebelumnya di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Hitungan itu memang tidak akurat, tapi bisa untuk menjadi gambaran bagi kita bahwa pemilu 2019 nanti logistik dan jaringan ada di tangan lawan-lawan Jokowi," kata Immanuel Ebenezer, Ketua Relawan Jokowi yang sekarang memimpin Basuki Tjahaja Purnama Mania (Batman).
Hal itu dikatakannya dalam diskusi 'Revolusi Mental dan Bersih-bersih BUMN' di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (27/5).
Hadir dalam diskusi tersebut sebagai pembicara yakni Pengawas Kebijakan Publik & Kerjasama Internasional, Don K Marut, Pengamat Politik, Emrus Sihombing, Direktur Eksekutif LIMA, Ray Rangkuti, Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, dan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adhie M Massardi.
Immanuel memaparkan, diperkirakan ada 119 BUMN, 300 anak BUMN, dan 400 cucu BUMN di Indonesia. Total ada sekitar 800-an BUMN dari induk hingga anak dan cucunya.
Dari jumlah itu, rata-rata ada 3 posisi komisaris dan 3 direksi. Dengan demikian, total ada 4.800 posisi di BUMN dari induk hingga anak cucu.
"Nah kalau selama 1 tahun 8 bulan ini pergantian komisaris dan direksi baru menyentuh sekitar 400-an orang, maka masih ada sekitar 4.400 orang lama di dalam sana yang bisa jadi merupakan lawan politik atau minimal bukan pendukung Jokowi di Pilpres kemarin," papar Immanuel.
Immanuel menjelaskan alasan mengapa sekitar 4.400 komisaris dan direksi diidentifikasikan sebagai lawan politik atau setidaknya bukan pendukung Jokowi. Sederhananya, kata dia, sebab mereka bukan dari rekomendasi partai pendukung maupun kelompok-kelompok relawan pendukung Jokowi.
"Bisa dikatakan, dari 4.400-an nama itu sudah ditempatkan jauh waktu sebelum Jokowi menjadi Presiden. Dengan kata lain, mereka adalah orang pilihan pemerintahan sebelum Jokowi," ujarnya.
Dia melanjutkan, seandainya gaji dari 4.400 an orang itu rata-rata Rp 20 juta per bulan, maka pemerintahan Jokowi menggaji 'lawan politiknya' setiap bulan Rp 88 miliar atau setara Rp 1.056 triliun per tahun.
Menurut Immanuel, hitungan mungkin bisa diperdebatkan karena boleh jadi posisi-posisi di BUMN, cucu dan anak BUMN itu diisi oleh profesional. Namun, profesionalitas tersebut tidak bisa diterima karena hampir semua BUMN dan anak cucu BUMN selama ini merugi.
"Kerugian yang terjadi tiap tahun itu menjadi bukti bahwa 4.400 orang itu bukanlah orang-orang profesional di bidangnya," tukasnya.
Pertanyaan selanjutnya, kata Immanuel, apakah Presiden Jokowi tahu hal ini atau tidak.
"Apa mungkin Jokowi hafal latar belakang 4.400-an orang itu? Kalau Jokowi tidak tahu maka siapa yang memanipulasi informasi ke Presiden? Apa tujuannya? Apakah sekedar bekerja, bisnis, atau bertujuan politis untuk Pemilu 3 tahun lagi?," tambah dia.
Immanuel mengungkapkan, memanipulasi informasi dan data, menyusupkan nama-nama orang dalam BUMN dan anak cucu BUMN tentu sangat mudah.
Menurutnya, siapa pun tahu bahwa di tengah kesibukan Jokowi membangun 10.000 km jalan, kereta api, 34 pelabuhan, 35.000 megawatt pembangkit listrik, belasan bandara, pembangunan pasar-pasar, mengontrol harga, mendongkrak hasil pertanian, berkeliling negara-negara asing menarik investor, kepala pemerintahan tidak punya waktu memeriksa semua nama yang disodorkan padanya.
Hitungan lain, lanjut dia, jika dari 4.400-an orang itu bertanggungjawab masing-masing mencetak 10.000 kaos maka dari jumlah itu 'lawan' politik Jokowi sudah dapat 44 juta kaos atau 30 persen dari total kebutuhan kaos untuk pemilih sekitar 130 juta orang.
"Jika ada 4.400 orang yang tidak mendukung Jokowi di BUMN, anak dan cucu BUMN, lalu masing-masing orang itu bercerita kepada 10 orang tentang hal-hal negatif pemerintahan Jokowi, maka dalam satu tahun hal hal negatif Jokowi tersebar secara masif ke 16.060.000 orang," ujarnya.
"Atau dalam 3 tahun ke depan propaganda negatif tersebar ke 48 juta orang. Masif, terorganisir, dan sistematis tanpa socmed, koran, atau televisi. Gerilya politik dari mulut ke mulut," bebernya.
Selaku relawan, Immanuel mengingatkan, sisa waktu pemerintahan Jokowi hingga pemilu berikutnya tinggal 3 tahun 4 bulan lagi, alias sangat pendek. Menurutnya, jika Jokowi ingin memastikan pemerintah selama dua periode maka melakukan bersih-bersih seluruh BUMN dan anak cucu BUMN dari orang-orang yang menjadi lawan politiknya merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditolak.
"Jokowi adalah orang baik, bekerja keras, dan membawa perubahan melalui revolusi mental. Tapi, revolusi mental itu bisa gagal total jika tidak segera dilakukan revolusi posisi di berbagai tempat dan tingkat, mulai dirjen, sesmen, hingga BUMN berikut anak cucunya," pungkasnya.
SUMBER merdeka.com