Siswa SMAN 5 Surabaya, Alvin Ananda Siregar seharusnya mengerjakan soal ujian bahasa Indonesia dan kesenian di sekolahnya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Secara tidak sadar, dia menabrakkan diri ke KA Sancaka yang hendak masuk Stasiun Gubeng.
Peristiwa itu terjadi di dekat palang pintu lintasan Jalan Ambengan. Persisnya di rel kereta api depan Jalan Kanginan DKA. Johan, warga sekitar, sempat melihat korban duduk di pinggir rel depan rumahnya sambil memainkan handphone.
”Dia diam saja. Memang seperti orang bingung. Saya juga tidak sempat menegur,” kata Johan.
Selepas melihat Alvin, Johan lantas menyapu sampah di depan rumahnya. Tidak sampai dua menit kemudian, anaknya, Joshua Nur Ali Musafa, berteriak dari dalam rumah. ”Ayah, arek iku lapo nang tengah rel,” teriak Joshua kepada Johan.
Johan pun terhenyak. Saat anaknya berlari ke luar, dia melihat ke arah Alvin. Waktu itu dia sudah melihat Alvin bersendekap. Sesaat kemudian, klakson lokomotif CC 206 yang menarik rangkaian KA Sancaka terdengar kencang memekikkan telinga. Bukannya berlari minggir, Alvin justru tetap tidak beranjak. Dia malah merentangkan kedua tangannya.
Sepintas, Alvin memang seperti orang mau bunuh diri. Johan yang melihat kejadian itu sebenarnya sudah berlari menuju arah Alvin. Namun, langkah kakinya kalah kencang dengan laju roda besi kereta api.
Kereta api jurusan Jogjakarta tersebut benar-benar menabrak Alvin. Bahkan menurut beberapa saksi mata, tubuh Alvin sempat terseret 15 meter. Beruntung, nyawa remaja berusia 16 tahun itu tidak sampai melayang. ”Kereta api itu pindah jalur. Jadi, kecepatannya lebih pelan,” ungkap Johan, salah seorang saksi yang melihat peristiwa tersebut.
Johan menjelaskan, KA Sancaka memang akan masuk ke Stasiun Gubeng di jalur enam. Awalnya, kereta api itu melaju di jalur satu. Karena perpindahan jalur tersebut, otomatis kereta api harus mengurangi kecepatan. Kecepatan kereta api itu mencapai 30-40 km/jam.
Setelah itu, warga langsung mengerumuni Alvin. Saat diperiksa, tubuh siswa kelas XI IPA 5 tersebut masih bergerak. Darah membasahi seragam putihnya. Dalam kondisi darurat, Alvin pun diangkut ke Stasiun Gubeng.
Salah seorang warga yang ikut menolongnya adalah Sudarman. ”Setelah dinaikkan kereta, dia (Alvin, Red) cuma digeletakkan di koridor. Alasannya, nunggu ambulans,” kata Sudarman.
Melihat hal itu, Sudarman pun naik pitam. Dia meneriaki pegawai PT KAI yang responsnya lambat. Sudarman akhirnya mengambil keputusan sendiri. Dia memanggil sopir taksi di Stasiun Gubeng, lantas menyuruhnya mengantar ke rumah sakit. ”Saya itu trauma. Soalnya, dua santri saya juga pernah tertabrak kereta api,” ungkap pria yang sering mengajar mengaji anak-anak tersebut.
Sebelum diangkut, Alvin diajak ngobrol oleh Sudarman. Dengan terbata-terbata, Alvin menjelaskan tempat tinggalnya. Dia lalu mengambil handphone-nya, kemudian menelepon orang tuanya. Sebelum Alvin sempat bicara, Sudarman langsung merengguthandphone-nya.
Pelan-pelan dia memberikan penjelasan kepada ibu korban. ”Ibu bisa ke rumah sakit? Anak ibu nggak papa kok, tenang saja,” ujar Sudarman mengulangi percakapannya di telepon. Alvin kemudian dibawa ke RSUD Soetomo untuk mendapatkan pengobatan.
SUMBER pojoksatu.id